Suasana persidangan sebelumya.
Foto: Istimewa.
Mexin Tv,Com – Kupang – Tiga orang saksi membantah pertanyaan dan pernyataan dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai Barat.
Saksi itu dihadirkan oleh JPU Kejari Mabar Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Manggarai Barat, Periode 2016-2019, I Gusti Made Anom Kaler, Christina Mudasih, selaku mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan pada Kantor BPN Mabar, dan Robia Mitang Robertus, Mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2016.
Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Manggarai Barat, Periode 2016-2019, I Gusti Made Anom Kaler, menjelaskan pemberian jangka waktu Hak Guna Bangunan (HGB) untuk PT. Sarana Investama Manggabar (PT. SIM) selama 30 tahun.
Hal ini disampaikannya saat menjadi saksi dalam persidangan, kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Manggrai Barat.
Menurut I Gusti, terkait kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) bukanlah hal yang dapat dipermasalahkan.
Sebab, sekalipun HGB lebih lama dari Perjanjian Kerja Sama (PKS) PT. SIM dengan Pemprov NTT yang memiliki jangka waktu 25 tahun, akan tetapi HGB otomatis akan batal bila Perjanjian sudah berakhir.
“Begini, sesuai dengan ketentuan PP No.40/1996 (Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah), kewenangan memberikan HGB kepada Kepala Kantor Pertanahan adalah untuk jangka waktu sampai dengan 30 tahun,” tegas Gusti, saat menjadi saksi Jumat (2/2/2024).
Dalam persidangan I Gusti, juga menanggapi pertanyaan penuntut umum Kejari Manggarai Barat, yang mengatakan ketidakcermatan BPN Manggarai Barat, karena memberikan HGB selama 30 tahun untuk PT. SIM. Sementara di dalam PKS kerja sama dengan Pemprov NTT jangka waktunya hanya selama 25 tahun.
Gusti mengaku, untuk HGB, yang diterbitkan pertama kali memang untuk 30 tahun. Bila ternyata lebih lama dari Perjanjian Penggunaan Tanah, dalam hal ini PKS dengan PT SIM. Maka, berakhirnya perjanjian otomatis akan mengakhiri HGB-nya.
Namun Gusti mengingatkan, untuk mengakhiri perjanjian yang dapat mengakhiri HGB di atas hak pengelolaan milik Pemprov, adalah harus didasarkan kesepakatan bersama atau putusan pengadilan.
“Di dalam Perjanjian disebutkan bila ada sengketa maka akan diselesaikan secara musyawarah mufakat. Dua pihak sepakat membatalkan. Maka akan batal HGB-nya. Jika tidak ada mufakat, harus diselesaikan di Pengadilan Negeri Kupang,” jelas I Gusti.
Untuk itu, hingga akhir masa jabatannya ia tidak pernah adanya putusan pengadilan yang membatalkan HGB yang dimiliki oleh PT. SIM.
Sedangkan untuk saksi Christina Mudasih, selaku mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan pada Kantor BPN Mabar, mengakui adanya permohonan pembatalan HGB yang diajukan Pemprov NTT, kepada Kanwil BPN NTT.
“Sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja PKS dengan PT SIM. Ada permohonan dari Pemprov NTT ke Kanwil NTT. Namun, belum dikabulkan oleh Kanwil Pertanahanan Provinsi NTT, karena diajukan secara sepihak oleh Pemprov NTT,” ujar Christina.
Ia menambahkan, untuk penerbitan HGB menggunakan data berdasarkan Surat Ukur penerbitan Hak Pengelolaan (HPL).
“Karena datanya harus sama persis,” katanya.
JPU kembali menanyakan, mengapa muncul nomor surat ukur baru di dalam HGB jika menggunakan data dari HPL? Christina pun menjawab bahwa aplikasi di Kantor Pertanahan yang menimbulkan terbitnya nomor surat ukur baru secara otomatis.
“Data fisiknya sudah ada. HPL itu data fisiknya,” jelas Christina.
Sedangkan, saksi lainnya yang turut dihadiri JPU, yakni Robia Mitang Robertus, Mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Barat, Tahun 2016, yang mengaku tidak memahami terkait penerbitan IMB sesuai ketentuan BGS yang ada.
Dalam persidangan, Robia mengatakan, ia tidak terlalu memahami perihal penerbitan IMB sesuai ketentuan BGS dalam Permendagri No.17/2007 tersebut. Hal itu dikarenakan yang biasa dilakukan oleh kedinasannya memiliki standard operating procedure (SOP) tersendiri dalam pemberian IMB.
“Sudah sesuai SOP. Siapa yang mengajukan permohonan, kami mengeluarkan atas nama pemohon,” kata Robia.
Robia juga membantah tuduhan penuntut umum, yang menilai bahwa izin yang diberikan bukan untuk membangun sebuah bangunan hotel, melainkan sarana wisata berupa Taman Rekreasi. Kata Robia, di dalam izin tersebut rincian item bangunan-bangunan untuk penginapan.
“Di dalam izin tersebutlah yang harus dibangun. Ada tempat hiburan, pasti ada bangunan, dilengkapi dengan gambar-gambar,” tambahnya.
Ia pun mengakui, saat ia bertugas, pemberian izin dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, justru dapat meredam gejolak penolakan masyarakat atas kerja sama Pemprov NTT dengan PT SIM di Pantai Pede.
Atas IMB dan Perizinan lainnya kepada PT SIM juga tidak ada keberatan yang diajukan oleh siapapun.
“Setelah keluar izin tidak ada demo lagi,” katanya.
Robia dicecar JPU perihal pemberian Izin Mendirikan Bangunan atas nama PT. SIM. Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan mengatakan, IMB tersebut seharusnya atas nama Pemprov NTT sesuai Permendagri No.17/2007 tentang Pemanfaatan Barang Milik Daerah.
Selain Gusti dan Christina, JPU juga menghadirkan mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Barat, Tahun 2016, Robia Mitang Robertus, dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi Pemanfaatan Aset Pantai Pede seluas 31.670 meter persegi, di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut.
Sementara itu, usai persidangan, Ketua Tim Advokasi Peduli & Selamatkan Pantai Pede, Dr. Yanto Ekon, menegaskan, bahwa saksi yang dihadirkan oleh JPU, kali ini tidak berkaitan dengan klaim terjadinya kerugian keuangan negara.
Perbuatan para saksi tidak menyebabkan kerugian keuangan negara sebagaimana dituduhkan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengacu pada penetapan nilai kontribusi PT. SIM yang dianggap terlalu murah.
“Apa hubungannya HGB 30 tahun dengan kerugian negara. Yang bahkan tadi dijelaskan, boleh HGB 30 tahun dan tetap HGB bisa dibatalkan apabila PKS diakhiri oleh Para Pihak secara bersama atau berdasarkan Putusan Pengadilan,” tukas Yanto.
Pada kesempatan yang sama, Penasihat Hukum PT SIM, Khresna Guntarto, mengaku, yang membuat HGB masih atas nama PT SIM, sehingga saat ini pembatalan PKS hanya dilakukan sepihak
Hal ini juga diakui oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI Perwakilan NTT dalam Audit Tahun 2020 yang terbit Tahun 2021. Bahkan, PT SIM telah mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri Kupang dalam perkara perdata Nomor 302/PDT.G/2022/PN.KPG, yang mana Majelis Hakim PN Kupang memutuskan bahwa PKS tanggal 23 Mei 2014 adalah tetap sah dan pembatalan sepihak tersebut melawan hukum.
“Saat ini Pemprov sedang banding dan kami telah menyampaikan kontra memori banding untuk membantah permohonan banding Pemprov NTT.” ujar Khresna..(Tim)