Mexin Tv,Kupang – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, menggelar kuliah umum, Selasa 13 Juni 2023.
Kuliah umum yang digelar di Aula St. Hendrikus, Gedung Rektorat Unwira Kupang ini mengangkat tema “Politik Identitas dan Tantangan Demokrasi Indonesia Menyongsong Tahun Politik 2024”.
Kegiatan yang dimoderatori Dosen Fisip Unwira Kupang, Didimus Dedi Dhosa ini menghadirkan narasumber yang berkompeten, yakni Wakil Rektor (Warek) III UGM, Dr. Arie Sujito, S.Sis., M.Si.
Wakil Rektor BIdang Kemahasiswaan Unwira Kupang, Dr. Rodrigues Servasitus, M.Si, menyampaikan terima kasih atas kehadiran Warek III UGM dan BEM Fisip Unwira Kupang.
“Terima kasih untuk Warek III UGM dan BEM Fisip Unwira Kupang. Walaupun dipaksa oleh para dosen, namun tetap semangat untuk menyukseskan kegiatan ini,” ujar Servasitus dalam sambutannya.
Servasitus menjelaskan, Fisip Unwira Kupang saat ini memiliki tiga program studi, yang meliputi Administrasi Publik, Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Komunikasi.
Menurutnya, mata kuliah yang diajarkan di Fisip Unwira Kupang juga mengenai Politik Identitias, karena adanya perbedaan antara Politik Identitas dan Identitas Politik, sehingga para mahasiswa bisa membedakan.
“Karena anak Milenial harus diberikan bekal yang tepat, supaya tidak apatis dan bisa berpartisipasi secara baik,” terangnya.
Wakil Rektor III UGM, Dr. Arie Sujito mengaku bangga dan mengucapkan terima kasih kepada Fisip Unwira Kupang, karena bisa melakukan diskusi secara langsung.
Menurut Arie, Pemilu di Indonesia sejatinya sudah digelar lima kali, yakni sejak tahun 1999, Pemilu secara langsung pada tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019.
Dia menjelaskan, kedepannya akan dilaksanakan lagi Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2024. Menurutnya, Pemilu yang berlangsung secara rutin harus diikuti juga kualitas yang bagus.
“Kualitas yang dimaksudkan bukan sekedar pemilih damai, tapi lebih dari itu. Seperti harus mampu menjalankan fungsi-fungsi keterwakilan dengan baik yang disebut dengan Politik Representasi,” jelasnya.
Selain itu, perubahan paradigma Pemilu juga terjadi hingga berorientasi pada demokratisasi kebebasan yang bermakna pada jaminan hak-hak masyarakat sipil.
“Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa upaya untuk memperbaiki set up lembaga sistem Pemilu dengan baik,” ungkap Dr. Arie Sujito.
Menurut Arie Sujito, topik utama yang harus dipahami adalah terletak pada bagaimana memahami Politik Identitas dalam kerangka demokrasi Indonesia.
“Politik Identitas merupakan hal biasa yang terjadi di beberapa tempat. Bagaimana memberi makna tentang identitas dan mengekspresikannya,” terangnya.
Dia juga menyampaikan kematangan berpolitik kita agar tidak terjebak pada rutinitas penyelenggaraan kontestan reguler maupun set up kelembagaan tata kelola yang dituntut untuk akuntabel dan transparan.
“Ruang publik juga harus dimanfaatkan secara baik sebagai alat kontrol,” pungkasnya.
Didimus Dedi Dhosa, selaku moderator, mengungkapkan hal yang paling penting adalah Perspektif para sarjana yang muncul setelah kejatuhan Rezim Orde Baru1998.
Dia mengatakan bahwa posisi pertama yang diwakili oleh para sarjana yang menggunakan Perspektif Ekonomi Politik dalam melihat Demokrasi Indonesia yang telah dibajak oleh kekuatan – kekuatan Oligami.
Sedangkan yang menggunakan Perspektif Liberal dengan prinsip bahwa kejatuhan Rezim Orde Baru memberi kebebasan kepada semua orang untuk bertarung dalam Demokrasi.
“Hal ini muncul karena adanya Politik Identitas yang dijadikan sebagai Komoditas Politik, entah oleh elite ekonomi maupun elite politik,” ungkapnya.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unwira Kupang, Ghedy Kotta menjelaskan, realitas Indonesia sekarang sedang memasuki dunia yang sedang tidak baik-baik saja, khususnya jelang pesta pemilu di tahun 2024.
“Dari tahun-tahun sebelumnya sampe dengan persiapan menjelang pemilu tahun 2024, untuk memenangkan kekuasaan menggunakan politik Identitas karena hal ini merupakan background,” tandasnya..(Mex)